![]() |
(Gambar Huta Siallagan) |
Batu Kursi Persidangan Raja Siallagan berlokasi di desa Siallagan-Pindaraya, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Huta Siallagan merupakan kawasan bersejarah di Samosir. Berdasarkan kisah lampau kampung ini merupakan peninggalan jejak kanibal di tanah batak. Saat ini, Huta Siallagan menjadi destinasi wisata yang masih banyak diminati oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Ketika kita memasuki Huta ini kita akan disambut dengan rumah adat batak yang berbaris rapi dengan berbagai macam warna mulai dari hitam putih dan merah.
Bentuk rumah orang batak seperti perahu, karena dahulu sebelum mendapatkan tempat menetap orang batak tinggal di perahu. Atap rumah batak bagian belakang lebih tinggi daripada bagian depan karena orang tua mengharapkan para keturunannya lebih tinggi (lebih baik). Pintu rumah batak kecil tujuannya agar setiap orang yang masuk harus menundukkan kepala sebagai wujud penghormatan kepada mereka yang berada di dalam. Di Huta ini terdapat dua jenis rumah adat batak Toba yang pertama Rumah Bolon. Rumah Bolon adalah rumah yang ditempati oleh Raja dan anaknya.
Rumah ini bentuknya lebih besar dan tangganya dari dalam. Sedangkan, rumah Siamporik bentuknya lebih kecil, tangganya dari luar, dan dihuni oleh keluarga yang diundang tinggal di Huta itu (boru, bere, dan marga Siallagan yang bukan keturunan Raja). Di depan Rumah Bolon terdapat pohon Hariara (jenis pohon lokal) yang digunakan sebagai tempat pemujaan atau parulubalangan.
![]() |
(Gambar Batu Kursi Persidangan Siallagan) |
Di samping pohon Hariara terdapat batu persidangan. Urutan tempat duduk dari setiap tokoh dalam persidangan:
- Kursi Raja
- Tempat duduk bagi Raja-raja yang biasanya adalah adik-adik Raja
- Tempat bagi dukun kerajaan
- Tempat algojo atau pengawal Raja
- Kursi persakitan atau terdakwa
- Penasehat korban
- Penasehat terdakwa
- Penasehat Raja
Di batu persidangan ini Raja bersama dengan dukun, hulubalang, dan penatua ada melakukan musyawarah untuk mengambil setiap keputusan. Zaman dahulu, batu persidangan ini merupakan tempat Raja Siallagan mengadili para penjahat. Jika kejahatannya masih tergolong kecil contohnya seperti mencuri kerbau maka sanksi yang diberikan adalah menggantikan empat kali lipat hasil curiannya satu dikembalikan kepada korban dan tiga lagi diberikan kepada raja dan hal ini diputuskan oleh penatua. Jika tidak bisa mengganti sebesar empat kali dari nilai benda yang diambilnya pencuri tersebut haruslah menjadi budak raja. Kejahatan yang kedua tergolong sedang contoh kejahatannya seperti memperkosa, membunuh, berkelahi.
Hukuman yang diberikan adalah dipenjara. Lamanya hukuman penjara yang diterima oleh terdakwa tergantung dari hasil pembicaraan antara penasehat raja, penasehat terdakwa, dan penasehat korban. Mereka akan melihat dan menimbang nilai-nilai yang ada pada hukum adat Batak. Keputusan akhir akan diberitahukan kepada Raja dan Raja hanya akan mengesahkannya. Kejahatan yang ketiga tergolong berat contoh kejahatannya yaitu seperti pengkhianat kerajaan, panglima musuh yang berhasil tertangkap ketika berperang, dan pria yang ketahuan berselingkuh dengan salah satu isteri Raja.
Hukuman yang diberikan adalah hukuman mati. Raja tidak akan memberikan toleransi terhadap kejahatan itu. Hukuman mati berupa pemacungan adalah hukuman yang tidak bisa ditawar lagi. Sebelum memasuki tahap pemacungan terlebih dahulu terpidana akan dipenjara dengan cara dipasung. Lokasi penjara ada di bawah kolong Rumah Bolon Raja, alasan korban dimasukan ke kolong bawah Rumah Raja yaitu karena terpidana sudah dianggap sama seperti binatang sehingga layak untuk dimakan.
Dan selama pemasungan terpidana tidak akan diberikan makan dan minum. Alasan terpidana tidak langsung dipancung adalah untuk melihat dan menghilangkan ilmu hitam yang dimiliki oleh terpidana. Alasan kedua adalah proses pemacungan tidak dilakukan sembarangan. Jadi, sebelum proses pemacungan Raja akan bertanya kepada dukun mengenai bulan baik dan hari baik (maniti ari) untuk memacung terpidana, untuk menentukan hari baik sang dukun akan bersemedi dibawah pohon hariara. Usai bersemedi dan mendapatkan hari baik barulah terpidana akan dieksekusi.
![]() |
(Gambar Batu Eksekusi) |
Setelah hari baik sudah ditentukan maka terdakwa dibawa ke batu eksekusi untuk dipancung. Sebelum dipancung terdakwa ditutup matanya menggunakan kain ulos selama perjalanan menuju batu kursi eksekusi dan juga saat dipancung hal ini dilakukan untuk mencegah kotak mata dengan orang-orang yang hadir disekitarnya tidak merasa iba/kasihan. Setelah matanya ditutup, terdakwa dibaringkan di meja penyiksaan, lalu badannya dipukul menggunakan tongkat raja yang bernama tongkat tunggal panaluan sambil membaca mantra dan menari mengelilingi batu tujuh kali hingga tubuhnya lemas. Pemukulan tersebut di tujukan untuk melepaskan semua ilmu hitam yang ada ditubuh terpidana. Setelah itu badan terpidana akan di iris-iris dan disayat-sayat kemudian disiram dengan ramuan dan cairan asam.
Setelah ilmu hitam sudah hilang terpidana dipindahkan ke atas batu pemancungan atau batu eksekusi. Algojo yang akan melakukan tugasnya harus bisa memutuskan leher terpidana dalam satu kali tebasan. Apabila dalam satu kali tebas ternyata leher terpidana tidak copot dan tidak mati maka algojo akan mendapatkan hukuman dari raja siallagan. Setelah pemacungan salah seorang pembantu raja akan mengambil piring batak untuk meletakkan sedikit darah segar ter pidana diatasnya, kemudian akan ditempatkan diatas meja beserta dengan kepala terpidana. Tubuh yang sudah tidak bernyawa itu kemudian dibelah dua.
Jantung dan hati akan dikeluarkan dari dalamnya kemudian di iris tipis-tipis dan di campurkan kedalam darah yang berada diatas piring. Dengan tambahan sedikit garam dan asam, campuran hati, jantung dan darah tadi dipersembahkan kepada raja dan orang-orang berilmu hitam yang hadir di situ. Tujuan diminumnya darah dan dimakannya hati serta jantung adalah untuk menambah kekuatan ilmu hitam yang ada pada raja dan orang-orang berilmu di kerajaan. Tidak hanya dikonsumsi sendiri, raja pun kemudian akan menawarkan daging (jantung dan hati) dan darah tersebut kepada rakyatnya yang hadir pada proses pemancungan. Tujuan raja bertanya seperti itu pada rakyatnya adalah dia ingin melihat siapakah diantara sekian banyak rakyatnya yang punya nyali dan bisa dijadikan sebagai Hulubalang.
Di bagian akhir badan dari terpidana yang sudah mati akan di buang ke danau dan kepalanya diletakkan tergantung pada gerbang masuk Huta Siallagan. Tujuan kepala tersebut digantung adalah agar setiap orang yang melihat kepala tersebut bisa belajar dan tidak melakukan hal bodoh yang bisa membuat diri mereka dipancung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar